Tari jaranan merupakan kesenian yang memiliki asal beragam dan sejarah yang cukup panjang. Kesenian ini lahir saat kerajaan kuno Jawa Timur berdiri sehingga dapat dikatakan bahwa kesenian ini adalah tradisi leluhur dari masyarakat Jawa Timur. Di era modern ini masih ada masyarakat yang melestarikan kesenian daerah yang sudah berumur ratusan tahun untuk mengingat sejarah dan asal usul kita. Kita patut berbangga tentang hal ini, saat banyak orang lain melupakan kesenian ini, kita masih berkesempatan mengenalnya.
Sejarah kelam memang pernah menimpa
kesenian jaranan. Kesenian ini dilarang tampil oleh pemerintah orde baru
pada saat seusai pemberontakan PKI. Hal ini dikarenakan adanya isu yang
menyatakan bahwa para seniman pelaku jaranan terlibat dalam organisasi
internal PKI, padahal saat itu PKI dianggap sebagai musuh dan
pengkhianat negara. Banyak diantara seniman jaranan yang ditangkat dan
menjadi tahanan politik di masa itu. Beberapa diantaranya dibuang ke
pulau buru. Akan tetapi kini kesenian ini sudah bebas dipentaskan.
Bahkan departemen pariwisata dan industri kreatif memberikan apresiasi
yang baik.
Kesenian jaranan memang
pada mulanya memiliki sisi magis atau nilai spiritual masyarakat Jawa.
Kesenian ini menampilkan lenggak lenggok penari diatas kuda main yang
disebut dengan “jaran kepang”. Jaran artinya kuda, sedangkan kepang
artinya anyaman. Tarian ini diiringi berbagai instrumen gamelan seperti
gong, kendang, terompet dan lain sebagainya. Terdapat pula pawang yang
mengamankan kesenian ini, mengatasi penunggang kuda yang sekaligus
penari tersebut jika kesurupan atau dirasuki oleh roh halus. Namun dalam
perkembangannya, kesenian ini kemudian mengalami desakralisasi dengan
bertambahnya variasi musik pengiring yakni samroh, dangdut atau
campursari.
Saat ini, gerakan penari
jaranan juga semakin bervariasi. Pakem yang ditetapkan oleh jaranan
Wijaya Putra sebagai perintis adalah 24 gerakan, namun saat ini ada yang
menggunakan 14 gerakan pakem Joyoboyo. Namun yang paling sedikit
gerakannya adalah pakem gerakan ronggolawe yang hanya 5-6 gerakan saja.
Ada pula jaranan buto yang merupakan variasi kesenian jaranan dari
daerah Banyuwangi. Menikmati tontonan ini memang menngasyikkan, membuat
kita bisa ikut bergoyang-goyang melihat gerakan penari yang lincah dan
memutar-mutar kuda kepang tersebut. Dengan alunan musik yang rancak
ditambah aksesori pakaian penari yang indah, ditambah dengan pecut yang
sering dihentakkan dan menimbulkan bunyi-bunyian.
Tontonan
yang sarat dengan sejarah masa lalu ini tidak pernah menjadi
membosankan. Dengan menyaksikan kesenian jaranan ini, maka kita telah
ikut melestarikan kebudayaan bangsa.
Jika bukan kita yang melestarikan warisan leluhur, lantas siapa lagi?
Di artikel selanjutnya kami akan membahas tentang beberapa kesenian
jaranan yang dimiliki oleh masing-masing daerah.