Pamekasan : Wayang salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat serta hiburan.
Kesenian wayang tak asing bagi masyarakat Indonesia. Dalam wayang terkandung filosofi yang tinggi. Saling menghargai, jujur, adil, tanggung jawab dan loyal kepada negara, adalah nilai universal yang diusung wayang.
Namun, kini masyarakat Indonesia terkesan melupakan keberadaan wayang. Banyak anak muda yang tidak paham tentang wayang itu sendiri. Bahkan separuh dari 40 jenis wayang yang berasal dari Pulau Jawa sudah punah. Hal ini menjadi fakta ironis mengingat wayang Indonesia ditetapkan UNESCO sebagai kebudayaan yang mengagumkan pada 7 November 2003.
"Sangat disayangkan. Anak muda sekarang banyak yang tidak mengerti tentang wayang. Saya sudah berusaha melakukan segala cara agar wayang bisa eksis. Tapi, justru masyarakat sendiri yang tidak menghargai seni wayang," kata Pemerhati Budaya, Kosala Mahinda.
Diakuinya, wayang tidak hanya bisa dijadikan sebuah tontonan. Tuntunan yang ada dalam wayang lebih penting ditonjolkan. Hal itu untuk meredam emosi harakiri. Permainan Gamelan, misalnya. Bagi seseorang yang mampu meresapi, gamelan bisa seketika meredam emosi. "Yang mau ngamuk tidak jadi. Bunyinya adem ayem," tambahnya.
Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.
Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf.
Hadirnya tokoh panakawan dalam pewayangan sengaja diciptakan para budayawan Indonesia untuk memperkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.
Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata 'mawayang' dan 'aringgit' yang maksudnya adalah pertunjukan wayang.
Bagi Kosala yang mendalami komunikasi tradisional ini, budaya sepatutnya diajarkan. Misalnya di Jepang di mana siswa sekolah dasar diajari sejenis gamelan. Dia menegaskan pengajaran wayang pada generasi muda patut dilakukan. "Ini adalah sebuah keharusan. Jika tidak, jangan wayang tetap ada," tandasnya.
Ditambahkan, sulitnya pemahaman soal wayang juga bukan salah pemerintah sepenuhnya. Meski demikian, pemerintah harus juga punya gagasan agar wayang mampu diperkenalkan. Salah satunya, dengan internet.
sumber : beritajatim.com